Ya Ibad ~ Asy-Syahid (insya Allah) Sayyid Qutb rahimahullah menulis: "Jadi Islam tidak berkepentingan untuk bermain-mata dan berdamai dengan berbagai pandangan jahiliyah yang ada di muka bumi ini. Tidak juga untuk berdamai-damai dengan situasi jahiliyah yang dibela di mana pun. Tidak dulu, tidak kini, dan juga di masa yang akan datang. Jahiliyah adalah jahiliyah. Jahiliyah merupakan penyimpangan dari prinsip penghambaan kepada Allah semata. Jahiliyah merupakan penyelewengan dari sosok kehidupan Ilahiah, dimana aturan, hukum, undang-undang, adat tradisi, nilai-nilai, standar nilai semuanya diambil dari sumber selain ajaran Allah. Sebaliknya Islam adalah Islam, dan fungsinya ialah mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan kepada keislaman." —(Petunjuk Jalan; hlm. 188; Penerbit: Media Da'wah)
Paragraf di atas menegaskan pandangan jernih dan kokoh dari seorang Sayyid Qutb. Dan pandangannya inilah yang telah menyebabkan buku Ma’aalim Fit-Thariq (Petunjuk Jalan) menjadi sangat istimewa. Sebuah pandangan yang senantiasa menjadikan urusan aqidah sebagai barometer utama dalam menilai realitas. Pandangan yang menyibukkan diri dalam urusan fundamental kehidupan manusia, bukan urusan cabang dan ranting. Pandangan yang selaras dengan tugas dan fungsi diutusnya para Nabi dan Rosul Alloh sepanjang zaman. Sebab mustahil Alloh سبحانه و تعالى mengirim Nabi dan Rosul kecuali untuk menyampaikan pesan fundamental bagi kemaslahatan manusia. Para Nabi dan Rosul Alloh memiliki pesan abadi yang seragam dari zaman ke zaman dari negeri ke negeri. Itulah pesan mengenai keharusan manusia menghambakan diri kepada Alloh semata dan menjauhi para thoghut.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ ...
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu'." (QS. An-Nahl [16] : 36)
Tidaklah dikatakan sah tauhid seorang yang mengaku Muslim bilamana ia menghambakan dirinya kepada Alloh namun enggan menjauhi bahkan mengingkari thoghut. Sebab bila seorang Muslim masih mendekati apalagi beriman kepada thoghut berarti ia masih rela dengan realitas jahiliyah yang ada di sekitar dirinya. Sedangkan seorang Muwahhid (ahli tauhid) sejati hanya menghendaki tegaknya sebuah sistem yang selaras dengan iman-tauhidnya. Itulah sistem Islam yang bersih dari kotoran-kotoran jahiliyah. Sebab Islam bukan jahiliyah dan jahiliyah bukan Islam. Untuk itulah Sayyid Qutb selanjutnya menulis:
"Jahiliyah ialah penyembahan, perbudakan dan penghambaan manusia kepada sesama manusia melalui menetapkan hukum oleh sebahagian mereka untuk diperlakukan atas sebagian yang lain menurut cara-cara yang tidak diperkenankan Alloh, apa dan bagaimana pun modelnya. Islam ialah penyembahan dan penghambaan manusia kepada Alloh semata-mata. Caranya ialah dengan menetapkan pandangan hidup, ideologi, hukum, pemerintahan, perundang-undangan, nilai-nilai serta standarnya yang semuanya didasarkan pada ajaran Alloh pula, kemudian memerdekakan manusia dari perbudakan sesamanya." —(Petunjuk Jalan; hlm. 188; Penerbit: Media Da'wah)
Datangnya ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم ialah untuk memastikan bahwa manusia meninggalkan sistem jahiliyah untuk menerima sistem Islam sepenuhnya. Sehingga Sayyid Qutb menulis: "Sebaliknya Islam adalah Islam, dan fungsinya ialah mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan kepada keislaman." Hal ini sesuai dengan firman Alloh سبحانه و تعالى sebagai berikut:
الَر كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ ﴿١﴾
"Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji." (QS. Ibrahim [14] : 1)
Jahiliyah merupakan kehidupan yang gelap. Sedangkan Islam adalah kehidupan dibawah naungan cahaya yang terang-benderang. Sebab hidup dengan Islam berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada cahaya langit dan bumi, yaitu Allah سبحانه و تعالى sebagai Pemimpin dan Pemberi Petunjuk hidup manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Dan inilah hakikat menghambakan diri kepada Allah semata, bahkan inilah pengertian yang Allah sebutkan berikut ini:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah [98] : 5)
Adapun jahiliyah, sebagaimana diterangkan oleh Sayyid Qutb:
"Jahiliyah ialah penyembahan, perbudakan dan penghambaan manusia kepada sesama manusia melalui menetapkan hukum oleh sebahagian mereka untuk diperlakukan atas sebagian yang lain menurut cara-cara yang tidak diperkenankan Allah, apa dan bagaimana pun modelnya."
Menarik untuk diperhatikan bahwa ada sebagian Muslim —bahkan mereka yang dipandang sebagai tokoh Islam— seringkali dengan mudahnya menyamakan antara ideologi jahiliyah dengan ideologi Islam. Mereka sering menyelaraskan antara Nasionalisme dengan Islam, atau Demokrasi dengan Islam atau bahkan Pluralisme dengan Islam. Mereka mengatakan bahwa nasionalisme mengajarkan pentingnya "persatuan bangsa". Berarti ini sama dengan Islam yang menganjurkan "persatuan ummat". Mereka mengatakan bahwa demokrasi mengutamakan "musyawarah" dan menolak "kediktatoran". Berarti ini sama dengan Islam yang menganjurkan "syuro" dan menentang "thaghut". Mereka mengatakan bahwa pluralisme mengandung spirit "menghormati orang lain apapun latar belakang agama dan keyakinannya". Ini berarti sama dengan ajaran Islam yang juga mengandung faham seperti itu. Lalu apa kata Sayyid Qutb mengenai hal ini? Beliau menulis:
"Adakalanya beberapa bagian tertentu menyerupai beberapa bagian kehidupan masyarakat jahiliyah. Akan tetapi bagian-bagian yang nampak serupa dimaksud bukanlah jahiliyah, dan bukan pula berasal dari jahiliyah. Itu hanyalah hal yang bersifat kebetulan serupa secara lahiriahnya saja. Namun akarnya sepenuhnya berbeda. Islam, dengan bagian-bagiannya itu, ditumbuhkan dan dikembangkan oleh hikmah Ilahi, sedangkan jahiliyah dengan segenap cabang dan rantingnya ditumbuhkan oleh hawa nafsu manusia." —(Petunjuk Jalan; hlm. 193; Penerbit: Media Da'wah)
Jadi, kalaupun ada hal-hal yang secara penampilan serupa antara suatu ideologi jahiliyah dengan ideologi Islam, namun sesungguhnya ia bertolak dari sumber yang samasekali berbeda dan bertolak belakang. Islam berasal dari ajaran Allah سبحانه و تعالى yang tentunya mulia dan agung, sedangkan jahiliyah tumbuh dari hawa nafsu manusia yang hina dan rendah. Islam merupakan bimbingan Allah سبحانه و تعالى agar manusia hidup selamat di Dunia dan Akhirat. Sedangkan jahiliyah merupakan buah karya manusia yang diarahkan oleh hawa nafsunya yang dimanipulasi oleh musuh Allah, yakni syetan. Kalaupun ada kebaikan yang dihasilkan dari suatu ajaran jahiliyah ia hanya memberi dampak sebatas di Dunia belaka, sedangkan di Akhirat kelak ia tidak akan memperoleh apapun kecuali api Neraka. Sebab betapapun tampak canggihnya suatu ideologi jahiliyah, namun ia tidak dipandang Allah sebagai bentuk penghambaan diri kepadaNya, bahkan ia terputus dari petunjuk Allah. Ia sesat dan ingkar alias kufur terhadap ajaran Allah سبحانه و تعالى .
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ ﴿١٦﴾
"Barang siapa yang menghendaki kehidupan Dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di Dunia dengan sempurna dan mereka di Dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di Akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di Akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di Dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?" (QS. Huud [11] : 15-16)
Selanjutnya perlu difahami bahwa Islam tidak hadir ke muka bumi untuk mengakomodasi berbagai aspirasi (baca: hawa nafsu) masyarakat jahiliyah. Tetapi ia datang untuk mengganti sama sekali corak dan sistem hidup manusia agar semua seginya menjadi perwujudan pengabdiannya kepada Allah سبحانه و تعالى semata. Perhatikan tulisan Sayyid Qutb selanjutnya:
"Agama Islam datang tidak untuk hanyut ditelan arus hawa nafsu manusia yang mereka wujudkan dalam bentuk pandangan-pandangan, aturan-aturan, situasi-situasi, dan tradisi-tradisinya yang mendominasi kehidupan di masa permulaan Islam dahulu maupun yang menggejala dewasa ini di belahan Dunia Timur maupun Barat. Sebaliknya agama Islam itu datang untuk maksud menghapuskan dan mengikis kejahiliahan itu sampai ke akar-akarnya, lalu membangun kembali kehidupan manusia yang bercorak Islami secara khas. Islam datang untuk menumbuhkan kehidupan Islami yang benar-benar tumbuh dan yang merupakan pancarannya serta terintegrasi dengannya secara kuat dan kokoh." —(Petunjuk Jalan; hlm. 193; Penerbit: Media Da'wah)
Pemahaman akan perkara fundamental ini, kata Sayyid Qutb, hendaknya terbentuk dengan jelas dan kuat di dalam benak fikiran kaum muslimin, khususnya mereka yang berkecimpung di dalam kegiatan da’wah Islam. Sebab jika hal ini tidak hadir secara mantap di dalam akal dan hati para juru da’wah, niscaya mereka tidak akan sanggup memberikan pengarahan yang jelas kepada ummat yang mereka da’wahi. Bahkan para juru da’wah tersebut malah akan meberikan stempel dan legitimasi terhadap jahiliyah karena menyatakan bahwa ia selaras dengan Islam, padahal tidak. Dengan demikian, ummat akan terus berada di dalam kebingungan dan ketidak-sanggupan membedakan antara Islam dan jahiliyah. Bahkan mereka akan cenderung memandang sama saja antara kedua hal tersebut. Padahal dengan jelas Allah سبحانه و تعالى telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم :
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ ﴿٦٢﴾
"(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah Al-Haq (kebenaran) dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, Al-Bathil (kebatilan), dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al-Hajj [22] : 62)
فَذَلِكُمُ اللّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ ﴿٣٢﴾
"Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?" (QS. Yunus [10] : 32)
Hanya ada satu kebenaran, itulah kebenaran Islam yang bersumber dari Allah سبحانه و تعالى . Selain daripada itu hanyalah jahiliyah yang merupakan kebatilan dan kesesatan. Sehingga pantas bila Sayyid Qutb dengan tegas selanjutnya menulis:
"Jahiliyah itu buruk, dulu maupun sekarang. Jenis dan bentuk keburukannya bisa berbeda-beda, tetapi akar dan sumbernya satu jua, yaitu hawa nafsu manusia yang bodoh lagi vested intrest, tidak mampu membebaskan diri dari kebodohan dan intrest itu. Kepentingan pribadi, kepentingan kelas, kepentingan bangsa atau suku sangat dipentingkan oleh orang-orang jahiliyah, bahkan keadilan, kebenaran, dan kebaikan mereka perkosa dan mereka korbankan demi kepentingan-kepentingan itu tadi. Maka diturunkan syari'at Islam, untuk membatalkan cara-cara tersebut, dan untuk mengundangkan syari'at yang bebas dari selubung nafsu manusia dan tidak dapat diperalat hanya untuk tercapainya kepentingan sekelompok orang saja."
"Setelah mengerti perbedaan mendasar antara watak konsepsi Allah dengan watak konsepsi-konsepsi manusia, dapatlah ditegaskan mustahil keduanya dipersatukan menjadi satu sistem, mustahil mensintesakan keduanya dalam satu kondisi, dan mustahil pula mencampur-adukan sebagian yang satu dengan sebagian dari yang lainnya. Mengenai penegasan ini satu hal perlu diingat ialah bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa menyekutukan diri-Nya dengan sesuatu yang lain. Sejalan dengan itu, maka Allah tentu tidak memperkenankan serta tidak mengampuni dosa menyekutukan syari'at-Nya dengan syari'at lain. Sebab antara mensyirikkan Allah dengan mensyirikkan syari'at-Nya itu analog (sama) adanya." —(Petunjuk Jalan; hlm. 194-195; Penerbit: Media Da'wah)
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَشَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
"Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami mengetahuinya dan kami meminta ampun kepada-Mu terhadap apa yang kami tidak ketahui". (HR. Ahmad No. 18781)