Ya Ibad ~ Bacalah dengan tenang dan dengan hati yang bening Full Dzikrulloh. Kajian seperti ini tak akan pernah sampeyan dapatkan di Ya Ibad. Mudah-mudahan kedepan tidak ada lagi "kebenaran yang disembunyikan". .. walaa talbisul Haqqo bil baathil wataktumul Haqqo wa antum ta'lamuun ...
Iman dan Kufur sangatlah berbeda seperti langit dan bumi. Karena banyaknya hukum-hukum yang dibangun di atasnya baik di dunia maupun di akhirat, maka tidaklah berlebihan bila kami katakan bahwa materi Al-Iman dan Al-Kufr ini adalah materi keagamaan yang substansial yg wajib dipahami oleh setiap yang mengaku muslim beriman. Wajib dipahami dan dikaji dalam setiap pengajian-pengajian.
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang sholih, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu“ (Al-Jaatsiyah: 21)
Di akhirat nanti, tempat kembali jin dan manusia (ke surga atau ke neraka) itu tergantung kepada Al-Iman dan Al-Kufr. Sedangkan di dunia, hukum-hukum yang dibangun di atas Iman wal Kufur itu sangat banyak, diantaranya:
1. Dalam urusan-urusan siyasah syar’iyyah (politik syar’iy): yaitu apa-apa yang berkaitan dengan keadaan-keadaan para penguasa dan sistem-sistem pemerintahan di suatu negara, maka sesungguhnya hukum-hukum Al-Iman dan Al-Kufr yang berkaitan dengan hal itu sangatlah penting karena ia memiliki pengaruh bukan hanya kepada sebagian tetapi terhadap seluruh kaum muslimin. Alloh Ta’ala telah mewajibkan kaum muslimin mentaati dan membantu pemerintah yang muslim, sebagaimana Dia mengharamkan atas mereka taat atau membantu pemerintah yang kafir, serta Dia mewajibkan mereka untuk melengserkan pemimpin bila dia kafir. Para ulama’ berkata sesungguhnya wajib atas setiap muslim untuk mengetahui keadaan pemerintahnya. (lihat Al-Mustashfa, Abu Hamid Al-Ghozali juz 2 hal 390). Pentingnya hal ini dijelaskan dengan realita bahwa negara-negara yang diperintah dengan qowanin wadl’iyyah (UU buatan manusia) ~ sebagaimana ia adalah realita hari ini di berbagai negeri kaum muslimin ~ adalah memiliki hukum-hukum yang sangat penting yang wajib diketahui oleh setiap muslim. Dan diantara hukum-hukum ini adalah:
- Bahwa para penguasa negeri-negeri ini adalah kafir dengan kufur akbar lagi keluar dari Islam.
- Bahwa para hakim di negeri-negeri ini adalah kafir dengan kufur akbar, dan ini artinya haram bekerja dengan profesi ini.
Bukan kami yang mengatakan hal tersebut di atas tetapi Alloh SWT melalui Firman-Nya berikut ini :
“…Barang siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang telah Alloh turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (Al-Maidah: 44)
- Bahwa tidak boleh tahakum (berhakim/mengajukan perkara) kepada mahaakim[1] di negeri-negeri ini, dan tidak (boleh pula) bekerja di sana. Dan barang siapa tahakum kepada undang-undang mereka seraya ridho dengannya, maka ia kafir juga.
- Bahwa anggota lembaga-lembaga legislatif di negeri-negeri ini -seperti parlemen, majelis rakyat, dan yang lainnya[2]- adalah orang-orang kafir dengan kufur akbar, karena merekalah orang-orang yang merekomendasikan penerapan qowanin yang kafir ini dan merekalah orang-orang yang membuat hukum-hukum baru darinya.
- Bahwa orang-orang yang memilih para anggota parlemen-parlemen ini adalah orang-orang kafir dengan kufur akbar[3], karena mereka dengan pencoblosannya ini berarti menjadikan para wakilnya itu sebagai arbab musyarri’in (tuhan-tuhan yang membuat hukum) selain Alloh, sedangkan yang dianggap itu adalah isi (makna). Dan kafir juga setiap orang yang mengajak untuk ikut memilih atau yang menyemangati orang untuk ikut serta di dalamnya.
Ini juga bukan kami yang mengatakannya tetapi Firman Alloh Ta'ala :
“Apakah mereka memiliki sembahan-sembahan selain Allah yang menyari’atkan bagi mereka dari dien ini apa yang tidak di izinkan Allah?” (Asy-Syura: 21)
Dan firman-Nya Ta’ala:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (Tuhan-tuhan) selain Allah…” (At-Taubah: 31)
Para ulama’ tafsir tidak berselisih bahwa rububiyyah (penuhanan) di sini adalah dalam hal tasyri’ (pembuatan hukum) selain Alloh, sedangkan para wakil rakyat (di) parlemen-parlemen merupakan arbab yang merebut wewenang pembuatan hukum (UU/UUD) dari Alloh. Orang-orang yang memilih mereka telah menjadikan mereka sebagai arbab selain Alloh.
- Bahwa haram memba’iat para penguasa itu untuk memegang pemerintahan di negeri-negeri ini atau untuk terus memerintah sebagaimana yang terjadi pada berbagai jajak pendapat yang khusus untuk itu, karena dalam pemba’iatan itu terkandung keinginan langgengnya kekafiran, sedang siapa yang menginginkan hal itu maka ia kafir. Lihat (Al Furuq karya Al Qarafiy 4/118).
- Bahwa aparatur militer yang mempertahankan sistem-sistem kafir ini adalah orang-orang kafir dengan kufur akbar, karena mereka itu berperang di jalan thoghut, dan Alloh Ta’ala berfirman:
…Dan orang-orang yang kafir adalah mereka berperang di jalan thoghut…“. (An Nisa’: 76).
Sedangkan thoghut yang mana mereka berperang di jalannya adalah thoghut hukum yang berbentuk UUD, undang-undang buatan lainnya dan para penguasa yang menerapkannya. Alloh Ta’ala berfirman:
…Mereka hendak berhakim kepada thogut…”. (An Nisa’: 60).
Maka setiap yang dijadikan rujukan hukum selain Alloh adalah thoghut.
Masuk dalam status hukum (kafir) ini setiap orang yang membela sistem-sistem kafir ini dengan bentuk perang melindunginya seperti aparat militer (polisi dan tentara), atau orang yang membelanya dengan perkatan seperti sebagian wartawan dan orang-orang (yang bekerja dalam bidang, ed.) pemberitaan dan para syaikh (ulama’ suu’).
Oleh sebab itu maka haram ikut mengabdi pada dinas ketentaraan negara-negara kafir ini.
- Bahwa tidak boleh orang muslim taat kepada pemerintah negara-negara (kafir,ed) ini, dan ia tidak harus komitmen dengan perundang-undangannya, bahkan ia itu bebas leluasa untuk menyelisihinya kapan saja dia berkehendak dengan dua syarat:
· Dia tidak melakukan apa yang tidak boleh ia lakukan secara syari’at.
· Dan tidak menyakiti atau menzhalimi orang muslim.
- Bahwa negeri yang dihukumi dengan undang-undang kafir adalah dar kufr (negeri kafir). Bila dahulunya ia itu dihukumi dengan syari’at terus muncul di atasnya undang-undang kaum kafir, sedang ia masih dihuni oleh kaum muslimin, maka ia adalah dar kufr thori (negeri kafir yang baru), dan akan datang pengisyaratan kepada status-status negeri di akhir mabhats ini Insya Allah.
Inilah, dan kami tidak bertujuan melakukan rincian di sini dalam masalah ini, namun kami ingin menjelaskan pentingnya mengetahui hukum-hukum Al Iman dan Al Kufr bagi setiap muslim, dan di sini skami telah menyebutkan apa yang berkaitan di antaranya dengan siyasah syar’iyyah.
Hukum-hukum duniawiy yang di bangun di atas materi Al Iman dan Al Kufr.
1. Dari hukum-hukum perwalian: adalah gugurnya perwalian orang kafir atas orang muslim dalam banyak bentuk:
- Orang kafir tidak bisa menjadi pengurus atau pemimpin atau qadli bagi kaum muslimin.
- Shalatnya batal sehingga tidak bisa menjadi imam shalat, dan orang yang shalat di belakangnya padahal dia mengetahui keadaannya maka shalatnya adalah batal.
- Orang kafir tidak bisa menjadi wali bagi muslimah dalam pernikahan.
- Tidak menjadi mahram bagi (si muslimah itu), meskipun dia adalah kerabat yang mahram selama-lamanya.
- Orang kafir tidak bisa menangani harta orang muslim, sehingga ia tidak bisa menjadi pemegang wasiat atasnya.
- Orang kafir tidak boleh diberikan kesempatan untuk memungut laqith (anak hilang) di Darul Islam.
Dan bentuk-bentuk perwalian lainnya yang beraneka ragam …
2. Dari hukum-hukum pernikahan: Sesungguhnya orang kafir di antaranya orang murtad seperti orang yang meninggakan shalat dan orang yang mencela agama:
- Haram menikahkannya dengan muslimah.
- Tidak boleh menjadi wali muslimah dalam pernikahan.
Bila si laki-laki menikah sedang dia muslim, kemudian dia murtad maka nikahnya rusak dan bila ia terus dalam menggauli istrinya maka ini (dihukumi,ed.) zina.
Jika sampeyan lihat di sekeliling sampeyan, maka sampeyan akan melihat banyak dari pernikahan-pernikahan yang ada adalah batil dan rusak dan tidak memiliki pengaruh konsekuensi hukum di atasnya karena kemurtadan si suami atau si istri sebelum atau sesudah nikah, jadi masalahnya adalah sangat berbahaya.
3. Dari hukum-hukum warisan.
Perbedan agama adalah penghalang dari saling mewarisi, namun Ibnu Taimiyyah dan diikuti oleh Ibnul Qoyyim telah menyelisihi dalam hal ini, di mana mereka membolehkan pewarisan orang muslim dari kerabatnya yang kafir, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Qoyyim dan beliau telah panjang lebar dalam membela pendapat ini dalam kitabnya (Ahkam Ahlidz Dzimmah 2/462 dst terbitan Darul ‘Ilmi Limalayin 1983 M). Pendapat mereka berdua ini adalah keliru lagi tertolak karena menyelisihi nash-nash yang shahih lagi tegas yang selamat dari (nash) yang menentang, dan keduanya telah berhujjah dengan ucapan-ucapan para sahabat padahal ucapan seseorang tidak dianggap di sisi ucapan Rosulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam.
4. Dari hukum-hukum ‘Ishmah (Keterjagaan): Sesungguhnya ‘Ishmah darah dan harta tidak terjadi kecuali dengan iman atau aman. Adapun iman maka yang di maksud dengannya adalah Islam Hukmiy Zhahir. Dan adapun aman maka ia ada dua macam:
- Amaan (keamanan) yang sementara, dan ia bagi orang yang meminta jaminan keamanan yang diberi izin untuk masuk ke Darul Islam bukan untuk menetap terus di sana.
- Dan amaan selamanya, dan ia adalah bagi dzimmiy yang menetap selamanya di Darul Islam dengan syarat dia komitmen dengan syarat-syarat akad dzimmah.
Jaminan keamanan ini dengan kedua macamnya tidaklah berlaku, kecuali bagi kafir asli, adapun orang murtad maka tidak ada amaan baginya, sedangkan orang yang tidak memiliki jaminan keamanan, baik ia itu kafir asli atau orang murtad, maka ia adalah halal darah dan hartanya. Bila sampeyan membunuh orang yang tidak diketahui agamanya secara sengaja kemudian ternyata terbukti bahwa dia itu orang kafir yang tidak terjaga darahnya atau orang murtad, maka tidak ada qishash dan diyat atas sampeyan, ini dalam hukum qodlary (putusan dunia), adapun dosa di akhirat maka di dalamnya ada perselisihan dengan sebab kesengajaan bersama ketidaktahuan akan keadaannya sedang ia berkemungkinan Islam. Bila sampeyan membunuhnya secara tidak sengaja, maka tidak ada kewajiban Diyat dan Kaffarat atas sampeyan.
5. Dari hukum-hukum jenazah:
- Bahwa orang kafir atau orang murtad tidak dimandikan, tidak dishalatkan dan tidak dikuburkan bersama kaum muslimin .
- Tidak boleh orang muslim berdiri di atas kuburannya saat menguburkannya atau memintakan ampunan baginya meskipun boleh mengiringi jenazahnya.
Ini adalah termasuk kesempurnan bara’ah dari orang-orang kafir dalam masa hidup dan kematian mereka, Alloh Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu sekali kali menshalatkan (jenazah) seorang yang mati diantara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan rosul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasiq.” (Qs At Taubah: 84)
Dan firman-Nya Ta’ala:
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. Walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya).” (At Taubah: 113)
6. Hukum-hukum Al Wala’ dan Al Bara’:
- Wajib muwaalah (berloyalitas) kepada orang mu’min dengan berdasarkan keimananya.
- Haram muwaalah kepada orang kafir, wajib bara’ darinya dan wajib orang mu’min membencinya di jalan Allah serta (wajib) menampakkan di hadapannya permusuhan selagi itu mungkin bagi dia. Dan tidak boleh membantunya terhadap suatu yang membahayakan kaum muslimin, tapi wajib mempersulit orang kafir tanpa menzholiminya bila ia itu kafir mu’ahid atau dzimmy.
7. Hukum-hukum hijrah:
Ia dibangun di atas iman dan kufur, wajib atas orang mu’min untuk hijrah dari tengah orang-orang kafir bila ia mampu agar ia selamat dengan agamanya dari penindasan mereka dan agar tidak memperbanyak jumlah mereka serta tidak membantu mereka terhadap orang muslim.
8. Hukum-hukum jihad dan apa yang dibangun di atasnya, seperti memperlakukan tawanan, ghonimah, fa’i, jizyah dan kharaj. Semua ini dibangun di atas iman dan kufur
9. Hukum-hukum negeri:
Dibangun di atas iman dan kufur, maka tidak boleh seorang muslim bepergian ke negeri kafir kecuali kebutuhan, dan tidak boleh muqim (menetap) disana, kecuali karena darurat, sebagaimana orang kafir tidak boleh masuk ke Darul Islam, kecuali dengan perjanjian dan tidak boleh menetap disana, kecuali dengan jizyah. Dan di sana ada tempat-tempat yang mana orang kafir tidak boleh menetap, yaitu Jazirah Arab dan di sana ada tempat-tempat yang tidak boleh mereka memasukinya yaitu Al Haram.
10. Dari hukum-hukum peradilan (Qodlo’)
Bahwa pada dasarnya tidak diterima kesaksian orang kafir atas orang muslim, apalagi sangat haramlah orang kafir menjadi qodliy yang memberikan vonis terhadap kaum muslimin sebagaimana yang telah kami utarakan dalam hukum-hukum perwalian.
Bila sampeyan lebih jauh menelusuri hukum-hukum yang dibangun di atas al iman dan al kufr dalam berbagai bab fiqh yang beraneka ragam, tentu sampeyan akan menghimpun sesuatu yang amat banyak, dimana bejana-bejana kaum kafir memiliki banyak hukum, sembelihan mereka memiliki banyak hukum, serta transaksi bersama orang kafir dalam hal jual beli dan sewa menyewa memiliki banyak hukum. Ini adalah pintu kajian yang luas, kami cukupkan sampai sini saja. Dan sesungguhnya Alloh Ta’ala menjadikan makhluq-Nya dua kelompok, Dia Ta’ala berfirman:
“Dialah yang telah menciptakan kamu, maka diantaramu ada orang-orang kafir dan diantaramu ada orang yang mu’min ” . (At Taghobun: 2)
Dia Subhanahu Wa Ta’ala tidak menyamakan antara dua kelompok ini baik di dunia maupun di akhirat, Dia Ta’ala berfirman:
“Maka apakah patut kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir). Mengapa kamu (berbuat demikian): Bagaimanakah kamu mengambil keputusan.” (Al Qolam: 35-36)
Firman-Nya Ta’ala:
“Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasiq (kafir)? Mereka tidaklah sama ” (As Sajdah: 18)
Firman-Nya Ta’ala:
“Tidak sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga.” (Al Hasyr: 20)
Atas dasar ini maka penyetaraan / menyamakan antara dua kelompok (Iman dan Kufur) adalah bentuk pembangkangan terhadap ajaran Alloh, dan inilah yang diperankan oleh undang-undang dasar jahiliyyah yang menegaskan dahwa semua warga Negara dihadapan hukum/UU adalah sama, dan bahwa tidak dibedakan di antara mereka dalam hal hak dan kewajiban dengan sebab keyakinan (agama) dan hal lainnya.
Tidak membedakan anatara Iman dan Kufur akan menghantarkan kerusakan yang besar dalam agama dan dunia kaum muslimin serta tidak mengambil untung dari hal itu, kecuali orang-orang kafir. Inilah realita kerusakan pada agama kaum muslimin hari ini, kehancuran pada dunia kaum muslimin serta keunggulan bagi kaum kafir. Siapa saja yang mempraktekkan hukum-hukum iman dan kufur akan memisahkan manusia pada dua kelompok: mu’min dan kafir. Pemilahan ini adalah kunci jihad fie sabilillah dan pendahuluannya, sedangkan pada jihad itu terdapat kehidupan bagi umat Islam dan kejayaannya sebagaimana di dalamnya terdapat pembungkaman dan penghinaan orong-orang kafir. Pemilahan manusia ini adalah hal yang dicintai Allah Ta`ala sebagaimana firman-Nya Ta`ala:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min)…” (Ali Imron: 179)
Dia Ta`ala berfirman:
“Supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukan-Nya kedalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Al Anfal: 37)
Begitu juga sesungguhnya cara pemilahan ini, yaitu mengamalkan hukum-hukum iman dan kufur dan menjadi saksi atas (perbuatan) manusia adalah hal yang dicintai Alloh Ta`ala sebagaimana firman-Nya Ta`ala:
“Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia…” (Al Baqoroh: 143)
Demikian saja. Pahamilah niscaya sampeyan beruntung!