Di Indonesia, teori abrahamic faiths menjadi konsumsi kelompok mahasiswa Islam. Bahkan ada yang menggunakan lambang agama Bintang David, Salib, dan Bulan Sabit
Oleh: Kholily Hasib*
SUDAH lama beredar pemahaman di sebagian umat Islam, bahwa agama Yahudi dan Kristen termasuk agama samawi. Beberapa buku pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk sekolah menengah bahkan ada yang mengajarkan hal demikian.
Kaum pluralis beralasan mereka termasuk agama samawi, sebab Yahudi-Kristen memiliki akar yang sama dengan Islam. Sehingga perbedaan antara Islam dan Yahudi-Kristen adalah seperti perbedaan furu’iyah.
Perbedaan tajam ritual keagamaan di antara mereka itu bukanlah persoalan fundamental, sebab secara konseptual, teologi ketiga agama semitik ini, menurut mereka, adalah sama, yakni sama-sama bersumber dari ajaran Nabi Ibrahim.
Inilah inti dari teori the abrahamic faiths yang saat ini diwacanakan dan dikembangkan kaum Liberal untuk menjustifikasi bahwa agama Yahudi, Kristen, dan Islam secara teologis tidak ada masalah.
Plural Liberal
Sudah maklum dalam dunia pemikiran bahwa salah satu doktrin utama gerakan liberalisasi keagamaan adalah paham pluralisme. Untuk menjustifikasi paham ini, salah satu cara yang ditempuh kaum pluralis adalah dengan mewacanakan secara global istilah abrahamic faiths.
Bagi sebagian orang, istilah ini kedengarannya baru. Namun sebenarnya, term ini di kalangan pemerhati pemikiran sudah populer sejak tahun tujuh puluhan. Yakni, ketika Akademi Agama-Agama Amerika mengadakan konferensi yang dihadiri tokoh-tokoh besar dunia dari agama Yahudi, Kristen, dan Islam di New York pada 1979. Sejak itulah, term ini terus diwacanakan.
Di Indonesia, teori abrahamic faiths telah menjadi konsumsi oleh kelompok-kelompok mahasiswa Islam. Di sebuah perguruan tinggi Islam ternama di Yogjakarta misalnya, terdapat komunitas tersebut. Mereka biasanya menggunakan lambang agama Bintang David, Salib dan Bulan Sabit dalam satu kesatuan simbol abrahamic faiths.
Simbol itu memberi makna bahwa ketiga agama tersebut bersaudara, karena berasal dari akar yang sama, yakni Nabi Ibrahim. Karena sama, maka bagi penikmat teori ini, berpindah-pindah agama dari satu ke yang lainnya tidak masalah.
Teori abrahamic faiths ini mendasarkan pada dua asumsi. Pertama, asumsi historis (kesejarahan) dan kedua, asumsi teologis (ketuhanan). Secara historis, agama Yahudi, Kristen, dan Islam, bermuara kepada sosok Nabi Ibrahim. Karena, dari anak-anak Nabi Ibrahim inilah agama-agama tersebut lahir. Nabi Ishak, anak Nabi Ibrahim menurunkan bani Israel. Dari nabi-nabi keturunan bani Israel inilah melahirkan agama Yahudi dan Kristen. Sedangkan agama Islam, dibawa oleh Nabi Muhammad jalur nasabnya bersambung kepada anak Nabi Ibrahim yang bernama Nabi Isma’il.
Sedangkan secara teologis, mereka berasumsi bahwa oknum Tuhan ketiga agama Yahudi, Kristen, dan Islam adalah sama – meskipun terdapat perbedaan penyebutan Tuhannya. Tuhan Yahweh (Tuhan agama Yahudi), Yesus (Kristen), dan Allah (Islam), adalah tuhan-tuhan yang disembah oleh Nabi Ibrahim.
Asumsi-asumsi tersebut tentunya tidaklah benar dan rancu. Nabi Musa serta nabi-nabi dari bani Israel lainnya tidak pernah menyebut agama dengan nama Yahudi. Jika Yahudi adalah nama bangsa dari kaum bani Israel, maka ini tidaklah salah. Yang salah adalah agama para nabi tersebut disebut dengan agama Yahudi. Begitu pula Nabi Isa, selama hidupnya tidak mengenalkan kepada kaumnya bahwa agama yang dibawa adalah agama Kristen.
Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran surat al-Anbiya’: 25 bahwa agama yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul pada dasarnya adalah satu. Allah tidak pernah menurunkan dua atau tiga agama berbeda. Dan Allah tidak memaksudkan keterputusan total atau penggantian agama-Nya dengan kedatangan nabi-nabi baru.
Agama para nabi itu oleh Al-Quran disebut agama Tauhid, din al-Fitrah, atau din al-Qayyim. Secara esensial nama-nama tersebut menandakan nama Islam. Sebab antara din al-fitrah atau din al-Qayyim dengan agama Islam itu esensinya mengajarkan tiga hal pokok, yaitu mengajak menyembah kepada Allah tanpa menyekutukannya, menegaskan kebenaran yang telah diajarkan oleh para nabi terdahulu, serta menegaskan kebenaran final ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Al-Quran bahkan menyebut Nabi Ibrahim, Nabi Yunus, dan nabi-nabi bani Israel lainnya dengan sebutan Muslim (lihat QS. Yunus 71-72 ,Yunus: 84, Ali Imran: 67, al-Naml: 44, dan Ali Imran: 52). Maka, meskipun Allah tidak memberi nama agama para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW itu dengan nama Islam, tapi Ibnu Taimiyah dalam al-Jawab al-Shahih liman Baddala din al-Masih menyebut agama para nabi tersebut dengan al-Islam al-‘aam. Esensi doktrin teologinya sama, namun yang berbeda adalah syari’ah – yang kemudian disempurnakan oleh agama Islam.
Bukan agama samawi
Agama Yahudi dan Kristen tidaklah dikenal oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad. Dua agama tersebut bukanlah samawi, akan tetapi bisa disebut agama budaya. Doktrin utama agama Yahudi saat ini, menurut Prof. Dr. Muhammad al-Syarqawi, peneliti dan pakar kitab Talmud dari Universitas Kairo, bermula saat setelah ditulis kitab Torakh (Perjanjian Lama) dan Talmud oleh para murid nabi Musa dan orang-orang setelahnya.
Menurut as-Syarqawi, ajaran-ajaran agama Yahudi banyak yang bersumber dari Talmud yang bermuatan ajaran-ajaran pagan, rasialis, dan penuh hinaan kepada umat-umat lain. Bahkan seorang pemuka Yahudi, Rabi Rotski, mengakui bahwa kitab Talmud itu tidak ditulis oleh Nabi Musa, akan tetapi oleh para rabi-rabi Yahudi (lihat kitab Israil al-Aswad karya Muhammad al-Syarqawi).
Dzat Tuhan Yahweh (Tuhan agama Yahudi) tidak mungkin disamakan dengan Tuhan Allah. Ahmad Syalabi, pakar perbandingan agama, mengatakan bahwa tradisi penyembahan agama Yahudi dipengaruhi oleh bangsa Kan’an – yaitu bangsa yang dahulu mendiami wilayah Palestina. Nama Yahweh, menurut beberapa pakar sejarah Barat sendiri adalah nama yang berasal dari luar tradisi Yudaisme. Nama itu konon, berasal dari tradisi paganisme kaum Median dan Kan’an – yakni bangsa penyembah berhala sebelum kedatangan Nabi Musa.
Ketika mendiami wilayah mereka, bangsa Israel banyak meniru tradisi budaya bangsa Median, termasuk tradisi keagamaannya. Para pakar lainnya, seperti Harold Bloom, Freedman, dan Abbas Mahmud al-Aqqad mengamini bahwa nama Yahweh adalah misteri, bersifat dugaan, dan tidak diketahui secara pasti apakah itu nama Tuhan Nabi Musa atau tidak.
Ada yang menyebut, berasal dari bahasa Arab Ya Hu (wahai Dia). Pendapat ini pun belum bisa diverifikasi secara ilmiah. Karena tidak jelas, maka orang-orang Yahudi menulis Yahweh dengan simbol YHWH – yang bermakna nama itu tidak pernah diucapkan dengan jelas dalam tradisi peribadatan Yahudi. Dengan demikian, sebenarnya Yahweh itu bukanlah Allah, dan ini berarti pula bahwa monoteisme Yahudi berbeda dengan monoteisme Islam.
Sedangkan Kristen, adalah sebuah nama yang dideklarasikan oleh Paulusus di kota Antiokhia (sekarang wilayah Turki) – Nabi Isa tidak pernah mengenalkan nama Kristos atau menyebut dirinya anak Tuhan. Kristen adalah agama yang bangunan dasar teologinya didirikan oleh Paulusus, seorang Yahudi yang mengaku-ngaku Rasul. Tepatnya sekitar enampuluh tahunan setelah keghaiban Nabi Isa, terjadi penyimpangan, hingga datanglah Paus yang memberi nama pengikutnya dengan nama Kristen.
Oleh karena itu Kristen adalah agama budaya, bukan agama samawi. Sehingga wajar bila pondasi teologinya selalu berkembang bermetamorfosis. Seperti konsep trinitas yang disahkan melalui konsili Nicea, tidak melalui wahyu. Sehingga sarjana-sarjana Barat sendiri mengakui akan hal itu. Michael H. Hart, asal AS mengatakan bahwa yang mendirikan Kristen itu bukanlah Yesus, tapi Paulusus.
Hart berpendapat demikian karena dia yakin bahwa Pauluslah yang menciptakan konsep trinitas – yaitu konsep yang sangat bertentangan dengan konsep monoteisme yang diajarkan Nabi Isa. Huston Smith dalam The Religions of Man juga menyimpulkan hal yang sama, bahwa Kristen adalah agama budaya.
Dengan demikian, klaim bahwa agama Yahudi dan Kristen bersumber dari Yahudi adakah tidak betul. Secara ideologis, sangat jauh berbeda dengan teologinya Nabi Ibrahim yang berkonsep Tauhid. Maka, Islam tidak bisa disejajarkan dengan Yahudi-Kristen sebagai satu kelompok agama abrahamic.
Islamlah satu-satunya pewaris millah Ibrahim dan satu-satunya agama samawi. Penggunaan term abrahamic faiths tidaklah tepat ditujukan kepada ketiga agama. Karena, agama Nabi Ibrahim dan nabi-nabi lainnya cuma satu, yaitu agama tauhid. Wallahu a’lam bisshawab
*) Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor. Tulisan ini pernah dipublikasikan di Majalah Gontor