Ya Ibad -
Proyek Deradikalisasi adalah upaya mengadu-domba dan memecah belah umat Islam. Kini, ketika proyek ini berjalan, lihatlah riak-riak permusuhan antar komponen umat Islam mulai tersulut. Proyek ini hanyalah kedok untuk menghadang kebangkitan Islam. Program ini bukan murni Indonesia, tapi pesanan asing. Salah satu CONTOH hasil dari proyek ini : ada ummat islam yang tega mengatakan bahwa seorang mujahid yg Insya Alloh Mati Syahid telah "
mati Sangit !" tanpa sedikitpun Dalil Shoheh yang mampu ditunjukkannya. Na'udzubillahi Mindzalik !
Meskipun sebelumnya sudah berjalan melalui Instansi POLRI, secara resmi proyek deradikalisasi mulai beroperasi di negeri ini, Kamis (11/8/2011). Hari itu, di kantor Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, ditandatangani MoU antara Kepala BNPT Ansyaad Mbai dengan 8 lembaga/organisasi Islam untuk mengkampanyekan proyek ini.
Mabes Polri dengan BNPT-nya menjadi think-tank dan Densus 88/AT sebagai eksekutor lapangan. Lembaga think-tank ini juga menggandeng institusi agama paling resmi di republik ini yakni Kementerian Agama dan MUI Pusat.
Semua yg terlibat dimanja pemerintah dengan gelontoran dana puluhan milyar rupiah dari APBN. Belum lagi dana hibah dari AS dan Australia. Disinyalir, dana hibah juga mengucur ke kantong lembaga/ormas Islam atau pimpinannya yang mau bekerjasama. Anehnya, dana dari “sang tuan” ini tak bisa diaudit BPK, DPR, KPK, dan institusi negara lainnya.
Lembaga dan ormas yang bisa diajak memuluskan program ini umumnya memiliki latar belakang tradisionalis, moderat, dan
liberal dalam memahami Islam. Disinilah letak kelicikan AS dan sekutunya dalam
memecah belah umat Islam. Cara ini persis dengan apa yang tertulis dalam laporan Rand Corp, berjudul “
Building Moderate Moslem Network” yang bisa sampeyan baca atau sampeyan download Ebook-nya pada
link ini.
Ya Ibad-pun dijadikan target dan sasaran
Proyek Deradikalisasi, padahal Proyek Deradikalisasi ini sangatlah membahayakan
Aqidah Tauhid. Buktinya bisa sampeyan lihat
Di Sini. Untuk itulah Kami sebagai
Guru Besar Ya Ibad mencoba mengingatkan kepada sampeyan semua.
Berikut ini kami kutipkan Artikel yang seyogyanya dapat mem-Buka Mata sampeyan.
Umat Islam Target Utama Proyek Deradikalisasi
Habib Rizieq Syihab (Ketua Umum Front Pembela Islam)
Kalau ada pertanyaan apakah Proyek Deradikalisasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memang ditujukan kepada umat Islam, jawabannya, ya! Memang target utama Proyek Deradikalisasi adalah umat Islam! Indikasinya, melihat dan memperhatikan program yang disosialisasikan oleh BNPT ke berbagai daerah "sama persis" seperti program yang dibuat oleh Rand Corporation, yaitu sebuah lembaga kajian strategis tentang Islam, yang berkedudukan di California, AS. Silakan lihat sendiri program BNPT tersebut dengan empat laporan Rand Corporation yang dipublikasikan melalui website mereka sendiri, yaitu : Civil Democratic Islam (2003), Building Moderate Muslim Network (2007), Understanding Terrorist Ideology (2007) dan Deradicalizing Islamist Extrimist (2010).
Indikasi lainnya, melihat dan mem-perhatikan data yang dipaparkan BNPT ternyata merujuk kepada hasil peneliti-an berbagai LSM Komprador yang sangat anti Islam. Bandingkan saja data BNPT dengan data dalam "Laporan Setara Institut" di akhir Tahun 2010 yang isi laporannya antara lain menyatakan bahwa : UU dan Perda Syariat lahir akibat Radikalisme Islam yang bersifat diskriminatif dan menjadi ancaman (hal. 33 s/d 36). Masjid, Ponpes, Majelis Ta'lim, Kyai dan Habaib adalah basis radikalisme (hal.41). Terorisme dan Ormas Islam tujuannya sama (hal.69). Ciri Islam Radikal dan Terorisme ialah Penegakan Syariat Islam, Pemberantasan Ma'siat, Pemberantasan Aliran Sesat dan Anti Pemurtadan (hal.90 s/d 97). Dengan demikian menjadi jelas sebetulnya Proyek Deradikalisasi BNPT itu milik siapa dan untuk kepentingan siapa. Dan yang pasti bahwa targetnya adalah umat Islam.
Mengenai mengapa RMS dan OPM yang rajin membunuhi Polisi dan TNI, tidak disebut sebagai teroris tetapi separatis, saya kira ini indikasi lain yang menguatkan apa yang saya sebutkan tadi. Kita tidak pernah dengar ada program deradikalisasi terhadap para separatis RMS dan OPM, padahal mereka itu sangat radikal dan ekstrim, bahkan sangat berbahaya dan mengancam persatuan dan kesatuan NKRI. Kenapa ?! Karena RMS dan OPM bukan Islam! Sehingga tidak masuk dalam Proyek Deradikalisasi yang memang target uta-manya adalah umat Islam, bahkan target satu-satunya.
Tentang banyaknya LSM mendukung Proyek Deradikalisasi BNPT, karena LSM-LSM pendukung Proyek Deradikalisasi pada umumnya adalah LSM-LSM Komprador. Mereka memang antek asing yang bekerja untuk kepentingan asing, sekaligus mereka ingin meraup materi untuk memenuhi nafsu serakah dan syahwat 'kemaruk' mereka, baik dari APBN mau pun dana bantuan asing.
Adapun yang wajib diwaspadai adalah keterlibatan para oknum Jenderal "Kristen Radikal" semacam Gories Mere dan Petrus Reinhard Golosse dalam Proyek Deradikalisasi. Karena oknum-oknum tersebut patut "ditengarai" telah memanfaatkan proyek tersebut untuk menyudutkan umat Islam, bahkan telah dengan secara licik dan jahat menggunakan Densus 88 untuk membunuhi orang-orang yang tidak disukai mereka dan kelompoknya, dengan dalih perang melawan terorisme, sekaligus untuk meraup uang jutaan dolar dari AS dan sekutunya. Karenanya, kami mendorong Parlemen dan Pemerintah untuk menangkap dan memeriksa serta mengadili oknum-oknum tersebut di Pengadilan HAM atas "dugaan" kejahatan kemanusiaan yang mereka telah dan sedang lakukan.
Mengenai mengapa MUI Pusat justru bekerjasama dengan BNPT dalam Proyek Deradikalisasi seperti mengadakan halaqoh deradikalisasi di berbagi dae-rah, saya kira karena MUI Pusat terlalu "husnu zhonn" terhadap BNPT. Karena memang, Proyek Deradikalisasi itu pada dasarnya memiliki arti yang bagus dan baik, yaitu mengikis habis segala bentuk radikalisme yang merusak di tengah masyarakat, tanpa memandang suku, bangsa maupun agama. Dan memang semestinya Proyek Deradikalisasi ditujukan untuk maksud mulia tersebut.
Namun faktanya di lapangan, BNPT itu mentargetkan Proyek Deradikalisasi hanya kepada umat Islam. Bahkan penyuluhan proyek tersebut sering dilakukan di lingkungan pondok pesantren, madrasah, majelis ta'lim dan Ormas Islam. Ada apa? Apa mereka pikir pesantren, madrasah, majelis ta'lim dan Ormas Islam itu sarang radikalisme dan basis terorisme, sebagaimana Laporan Setara Institut tadi?! Bahkan dalam la-poran Setara Institut tersebut, MUI pun dikatagorikan radikal dan ekstrim, khususnya terkait Fatwa MUI tentang Kesesatan Ahmadiyah dan Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme).
Jadi, saran saya agar MUI mengkaji kembali kerjasamanya dengan BNPT yang sedang melaksanakan proyek asing untuk kepentingan asing dalam rangka memusuhi Islam dan umatnya. Jangan MUI nantinya diadu domba dengan Ormas Islam lainnya. Sedangkan saran lain yang bisa saya usulkan, MUI dan Ormas Islam membuat Proyek Deradikalisasi sendiri, yang ditujukan untuk semua orang tanpa membedakan pangkat dan jabatan, suku dan golongan mau pun agama. Karena radikal itu ada dimana-mana. Koruptor itu kan radikal, bisnis maksiat itu kan ekstrim, pemurtadan itu kan kejahatan, premanisme itu kan anarkis, separatis RMS dan OPM itu kan teroris, termasuk tingkah laku Goris dan Petrus yang menjadikan Densus 88 sebagai "mesin pembunuh" orang-orang yang "dituduh" teroris tanpa proses hukum itu merupakan kebiadaban besar. Ayo dong, kita cegah dan lawan itu semua melalui Proyek Deradikalisasi yang dilakukan secara baik dan benar! Saya salut dengan MUI Kota Surakarta yang telah menerbitkan buku putih yang mengupas tuntas tentang Proyek Deradikalisasi, suatu upaya yang harus diapresiasi. Semoga MUI Pusat bisa mencontohnya. Aamiiin. (*)
Proyek Deradikalisasi di Back-Up Yahudi
Ahmad Yani (Anggota Komisi III DPR RI)
Saya yakin Proyek Deradikalisasi di back-up Yahudi Internasional. Sebab mereka khawatir Proyek Deradikalisasi sulit untuk berhasil karena berbanding lurus dengan ketidakadilan internasional seperti politik terorisme AS dan NATO di Libya, Afghanistan dan Irak. Selain itu mereka juga ingin merampok minyak dari negara-negara muslim di Timur Tengah.
Menurut saya, deradikalisasi tidak boleh ditujukan hanya kepada umat Islam, padahal gerakan radikal itu ada pada semua agama termasuk Kristen. Seperti RMS di Maluku dan OPM di Papua termasuk gerakan radikal.
Pertanyaannya, mengapa mereka tidak terkena Proyek Deradikalisasi? Mengapa mereka tidak disebut teroris tetapi hanya separatis ? Tidak menutup kemungkinan proyek deradikalisasi dan proyek terorisme merupakan bagian dari operasi intelijen. Keduanya merupakan bagian dari operasi intelijen untuk menyudutkan umat Islam seperti zamannya Orde Baru lalu.
Seperti sekarang, setiap peristiwa pemboman selalu dituduhkan kepada Ustadz Abu, padahal Ustadz Abu sudah hampir 2 tahun dipenjara sehingga sama sekali tidak mengetahui peristiwa apapun di luar. Mengapa Ustadz Abu selalu disudutkan ?
Saya khawatir kalau nanti Ustadz Abu sudah tiada, maka penggerak proyek terorisme akan memunculkan tokoh baru supaya isu terorisme terus ada dan laku dijual. Pasalnya, selama ini terorisme selalu menjadi proyek yang menguntungkan bagi kalangan tertentu. (*)
Politik Belah Bambu
Ust. Abu Jibril (Wakil Amir Majelis Mujahidin)
Proyek deradikalisasi yang dilakukan BNPT sekarang ini sesungguhnya merupakan politik belah bambu agar kekuatan Islam di Indonesia menjadi terpecah belah. Disatu sisi mereka mener-bitkan berbagai buku mengenai deradikalisasi, tetapi disisi lain berbagai buku perjuangan karangan Sayyid Qutub justru dilarang beredar. Namun anehnya, justru berbagai buku mengenai bid'ah, porno dan pluralisme tidak dilarang.
Sesungguhnya proyek deradikalisasi ditujukan kepada umat Islam, agar umat Islam tidak jelas Islamnya, tidak cinta Allah, Rasul, syariat, jihad dan tidak cinta khilafah. Selain itu agar umat Islam meragukan kebenaran Islam dan bersedia bertoleransi dengan kemusyrikan dan kedholiman. Jadi sesungguhnya deradikalisasi itu merupakan proyeknya orang kafir, munafik, fasik, pluralis dan zindiq.
Kalau Kepala BNPT Ansyaad Mbai mengatakan bahwa memperjuangkan tegaknya Syariah dan Khilafah itu identik dengan teroris, saya kira dia itu dungu dan tolol. Sebab dia tidak mengerti tentang Islam kok berbicara mengenai Syariah dan Khilafah. Itulah orang zindiq yang selalu mengaku sebagai orang Islam tetapi berusaha melawan Islam. Hanya orang zindiq yang berusaha melawan Islam, sedangkan orang munafik tidak berusaha melawan Islam meski sama-sama mengaku Islam. (*)
Radikalisme dari BNPT
Saharuddin Daming (Komisioner Komnas HAM)
Strategi deradikalisasi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), memang tujuan utamanya adalah umat Islam. Sebab dalam kamus BNPT, yang dimaksud dengan kelompok radikal adalah yang berasal dari umat Islam, bukan umat lainnya. Jadi sesungguhnya BNPT telah melupakan sejarah dan kemajuan Indonesia yang dipelopori umat Islam. Jadi BNPT tidak mau berterima kasih kepada umat Islam.
Memang diakui ada segelintir umat Islam yang bersikap radikal, tetapi sikap seperti itu juga ada pada umat lainnya. Tetapi mengapa mereka tidak terkena proyek deradikalisasi, kok hanya umat Islam saja. Seperti umat Kristen yang tergabung dalam RMS di Maluku dan OPM di Papua, mereka sangat ekstrim dan radikal sekali bahkan membahayakan kehidupan negara, bukan hanya keamanan negara. Sebab dengan bantuan asing mereka ingin memisahkan diri dari NKRI, sedangkan umat Islam justru yang ingin mempertahankan keutuhan NKRI. Mengapa RMS dan OPM tidak disebut sebagai teroris dan tidak terkena proyek deradikalisasi ?
Bisa jadi radikalisme justru berasal dari kalangan BNPT sendiri. Sebab BNPT terlalu sensitif terhadap setiap gerakan dakwah dari umat Islam yang dicurigai-nya sebagai kelompok radikal. Inilah fakta ketidakadilan dari BNPT yang selalu menjadikan kambing hitam bagi umat Islam Indonesia dengan segala bentuk radikalismenya.
Sebagai tambahan, Link Berikut ini dapat sampeyan cermati :